Pada awalnya, penggunaan probiotik hanya diaplikasikan pada manusia dan hewan ternak yang diberikan sebagai suplemen dalam makanan. Namun pada akhir tahun 1980 muncul publikasi pertama mengenai kontrol biologi dalam akuakultur, dan sejak itu penelitian tentang probiotik dalam akuakultur terus meningkat (Verschuere et al. 2000).
Probiotik terdiri dari dua kata yaitu, pro yang berarti mendukung (lawan katanya anti yang berarti melawan) dan biotik yang berarti lingkungan hidup. Bisa disimpulkan, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang sengaja diberikan dengan harapan memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inang. Selain itu probiotik diartikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi oleh inangnya (ternak, ikan, maupun manusia) akan memberikan pengaruh menguntungkan baginya dengan memperbaiki lingkungan mikrobiota yang ada dalam sistem pencernaan (Fuuler 1989 dalam Verschuere et al. 2000).
Probiotik dalam akuakultur menurut Moriarty (1999) meliputi penambahan bakteri ke dalam tangki dan kolam dimana hewan air hidup, karena bakteri tersebut memodifikasi komposisi bakteri dalam air dan sedimen. Selanjutnya Verschuere et al. (2000) menambahkan penjelasan bahwa pada hewan akuatik, selain saluran pencernaan, air di sekeliling organisme tersebut juga memegang peranan penting, Sehingga probiotik untuk hewan akuatik adalah agen mikro hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikroba atau berasosiasi dengan inang, menjamin perbaikan dalam penggunaan pakan atau memperbaiki nilai nutrisinya, memperbaiki respon inang terhadap penyakit atau memperbaiki respon inang terhadap penyakit atau memperbaiki kualitas lingkungan ambangnya.
Probiotik dalam media budidaya perikanan, berfungsi sebagai pengatur kondisi mikrobiologi di air atau sedimen, membantu mengatur atau memperbaiki kualitas air, meningkatkan keragaman mikroorganisme dalam air atau sedimen serta meningkatkan kesehatan ikan dengan menghambat efek bakteri patogen. Bakteri probiotik dapat meningkatkan kesehatan ikan dan memperbaiki kualitas air serta digunakan sebagai pakan tambahan sehingga dapat memacu pertumbuhan dan mencegah terjadinya serangan penyakit. Bakteri probiotik apabila masuk kedalam tubuh ikan, udang dan moluska akan berfungsi sebagai immunostimulan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap bakteri patogen (Susanto et al. 2005).
Penggunaan probiotik dapat dikategorikan sebagai agensia pengendalian biologis (biological control) karena perannya dalam membatasi atau membunuh hama dan penyakit. Dalam akuakultur, sebagai pengendalian biologis melalui makanan, probiotik juga berperan dalam peningkatan kualitas air media pemeliharaan ikan. Biokontrol digambarkan sebagai penggunaan musuh alami untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh organisme merugikan sampai batas yang dapat ditoleransi (Debach dan Rosen 1991 dalam Gomez-Gill 2000) atau lebih tepatnya, kontrol atau pengendalian populasi yang merusak dengan menggunakan musuh alami (Smith 1991 dalam Gomez-Gill 2000).
Probiotik sebagai agen pengurai (bioremediasi) merupakan kelompok bakteri menguntungkan seperti Nitrosomonas, Cellumonas, Bacillus sp, dan Nitrobacter. Dalam usaha budidaya perikanan dapat digunakan baik secara langsung dengan ditebarkan ke dalam air atau melalui perantara makanan (Khasani 2007). Menurut Ali (2000) bahwa penggunaan probiotik ke dalam air pemeliharaan ikan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap kesehatan ikan karena probiotik tersebut akan mengubah komposisi bakteri di dalam air dan sedimen sehingga dapat memperbaiki beberapa parameter kualitas air dan meningkatkan kelangsungan hidup benih ikan.
Menurut Verschuere et al. (2000) mekanisme kerja probiotik meliputi (1) Produksi senyawa inhibitor, (2) Kompetisi untuk senyawa atau sumber energi yang tersedia (3) perbaikan kualitas air, (4) sumber makro dan mikro nutrient (5) kontribusi enzim untuk pencernaan. Sedangkan menurut Fuller (1992) faktor yang mempengaruhi respon inang terhadap probiotik antara lain: komposisi mikroflora inang, dosis yang digunakan, umur dan spesies atau strain hewan inang, dan kualitas probiotik.
Beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan probiotik dengan pengaruh positif yang optimal bagi inangnya menurut Shortt (1999) meliputi (1) Spesies bakteri probiotik merupakan mikroflora normal usus sehingga bakteri tersebut lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan usus. (2) Tidak bersifat patogen. (3) Memiliki kemampuan untuk menempel dan mengkolonisasi sel usus.
(4) Memiliki aktivitas antagonistik terhadap mikroba patogen enterik. (5) Terbukti memiliki pengaruh yang menguntungkan pada kesehatan. (6) Bakteri probiotik diharapkan memiliki jumlah sel hidup yang besar (106 sampai 109).
Beberapa penelitian mengenai bakteri probiotik dengan menggunakan berbagai dosis telah banyak dilakukan baik melalui pakan maupun ke media pemeliharaan. Nikoskelainen et al. (2001) menggunakan probiotik Lactobacillus rhamnosus dengan dosis 109 CFU/g pakan dan 1012 CFU/g pakan untuk menanggulangi Furunculosis pada ikan rainbow trout (Onchoryncus mykiss), kelangsungan hidup tertinggi justru diperoleh pada perlakuan probiotik dengan dosis 109 CFU/ml. Malau (2003) dalam penelitiannya juga menggunakan bakteri SKT-b dan BL542 serta kombinasi keduanya menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva udang windu yang tertinggi pada perlakuan yang diberi bakteri SKT-b (90 %) dengan konsentrasi 106 CFU/ml dan diinfeksi Vibrio harveyi setelah 6 jam dengan konsentrasi 103 CFU/ml.
Rahmadiarti (2009) menunjukkan bahwa pada benih ikan nila dengan kepadatan 40 ekor/200L dan bobot rata-rata 5 gram/ekor menunjukan bahwa penggunaan probiotik Epicin Pond Direct dengan dosis 3 mg/L memberikan pengaruh tertinggi dengan 1,92% untuk laju pertumbuhan dan 51,53% untuk efisiensi pemberian pakan.