Sporty Magazine official website | Members area : Register | Sign in

PENGARUH BAHAN FITOFARMAKA TERHADAP VIABILITAS BAKTERI Aeromonas hydrophilla

Saturday, September 17, 2011

Share this history on :

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan akuakultur dalam prakteknya banyak dihadapkan pada beberapa kendala. Salah satu kendala penyebab kegagalan budi daya ikan adalah penyakit. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit. Penanganannya dari mulai menciptakan lingkungan optimal, karantina, vaksinasi, disinfeksi wabah, hingga penggunaan antibiotik (Abidin, 2009). Akan tetapi penggunaan antibiotik ini mempunyai efek yang buruk terhadap kelangsungan hidup organisme akuakultur yaitu terjadi resistensi pada organisme tersebut, serta menyebabkan pencemaran lingkungan.

Untuk itu perlu adanya penanangulangan penyakit dengan bahan pengganti alternatif yang alami yaitu dengan menggunakan tanaman obat atau biasa disebut fitofarmaka. Penggunaan fitofarmaka atau tumbuh-tumbuhan sebagai pencegahan dan pengobatan alternatif ternyata sudah banyak digunakan. Bahan alami ini selain memiliki efek yang baik juga memiliki sifat ramah lingkungan.

Banyak berbagai tanaman obat yang biasa digunakan sebagai pengganti antibiotik contohnya ; bawang putih (Allium sativum), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), sirih (Piper betle), paci-paci (Leucas levendulaefolia), jambu biji (Psidium guajava), mengkudu (Morinda citrifolia), meniran (Phyllantus niruri). Ketujuh yang telah dipaparkan belum kita ketahui mana yang paling efektif sebagai pengganti dari antibiotic dalam pencegahan serta pengobatan penyakit untuk itu perlu diadakan penelitian untuk mengetahuinya.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat melakukan pencegahan serta pengobatan penyakit pada penyakit khususnya Aeromonas hidrophilla serta mengetahui keefektifan berbagai bahan fitofarmaka yang digunakan.


II.  METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum ini diaksanakan pada hari Senin, 29 Maret 2010 pukul 15.00 s.d 18.00 WIB dan pengamatan dilakukan pada hari Selasa, 30 Maret 2010 pukul 12.00 s.d 13.00 WIB di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, water bath, termometer, mikropipet, batang penyebar, cawan petri, bunsen, mikrotube, mikrotip, korek api, kertas cakram, penggaris tisu, label dan spidol.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Aeromonas hydrophila yang sudah mencapai log phase, bawang putih (Allium sativum), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), sirih (Piper betle), paci-paci (Leucas levendulaefolia), jambu biji (Psidium guajava), mengkudu (Morinda citrifolia), meniran (Phyllantus niruri), larutan fisiologis, dan media TSA (Trypticase Soy Agar).

2.3 Prosedur Kerja

Hal pertama yang dilakukan adalah daun paci-paci segar dicuci dengan air bersih kemudian dikeringkan dalam udara terbuka tanpa terkena sinar matahari langsung. Proses pengeringan dilakukan dalam udara terbuka (kering udara) di luar pengaruh cahaya matahari langsung untuk menghindari kerusakan bahan aktif yang terdapat dalam daun paci-paci (Sirait, 1979 ; Harbone, 1984 dalam Sopiana 2005). Kemudian dioven selama 15 menit pada suhu 45oC sampai kering, selanjutnya dihaluskan dengan blender dan kemudian diayak dengan saringan sampai didapatkan bubuk yang halus. Bubuk daun paci-paci halus disimpan dalam wadah tertutup pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung (Setiadi, 2008).

Proses ekstraksi dilakukan dengan melarutkan 20 gram bubuk daun paci-paci dengan akuades steril sampai 200 ml. Campuran antara bubuk daun paci-paci dengan akuades steril dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit dalam penangas air (Voigt 1984 dalam Setiadi 2008). Kemudian hasil seduhan disaring dengan kertas Whatman No. 42 untuk mendapatkan larutan stok ekstrak paci-paci berupa cairan dengan dosis 100 g/l (Setiadi, 2008).


  1. III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berikut ini merupakan hsasil dari pengamatan pengaruh bahan antimikroba terhadap viabilitas bakteri :

Tabel 1. Hasil Pengaruh Bahan Fitofarmaka Terhadap Viabilitas Bakteri Aeromonas hydrophilla

Kelompok
Bahan Fitofarmaka
Dosis
Zona Bening

1
Bawang Putih (Allium sativum)
kontrol
­-

10 ppt
­-

20 ppt
­-

2
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
kontrol
­-

3 ppt
­-

6 ppt
­-

12 ppt
­-

3
Sirih (Piper betle)
kontrol
­-

1.5 ppt
­-

3 ppt
­-

6 ppt
­-

4
Paci-paci (Leucas levendulaefolia)
kontrol
­-

20 ppt
­-

40 ppt
­-

80 ppt
­-

5
Jambu biji (Psidium guajava)
kontrol
­-

0.02 ppt
­-

0.04 ppt
­-

0.08 ppt
­-

6
Mengkudu (Morinda citrifolia)
kontrol
­-

25 ppt
­-

50 ppt
­-

100 ppt
­-

7
Meniran (Phyllantus niruri)
kontrol
­-

2.5 ppt
­-

5 ppt
­-

10 ppt
­-

Seperti Tabel 1 ditunjukan bahwa dari ketujuh bahan fitofarmaka yang digunakan tidak ada yang membentuk zona bening.

3.2 Pembahasan

Bahan fitofarmaka merupakan tumbuhan yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit. Sejumlah tanaman obat yang dapat dikatakan sebagai fitofarmaka adalah tanaman yang mengandung senyawa bersifat bakterisidal (pembunuh bakteri), dan bakteristatik (penghambat pertumbuhan bakteri). Banyak keuntungan dari penggunaan fitofarmaka diantaranya yaitu pertama, fitofarmaka menjadi bahan alami pengganti antibiotik untuk pengendali penyakit yang disebabkan bakteri. Kedua, fitofarmaka merupakan bahan ramah lingkungan, mudah hancur, dan tidak menimbulkan residu pada ikan dan manusia. Ketiga, bahan fitofarmaka mudah diperoleh dan tersedia cukup banyak. Kelima, fitofarmaka harganya ekonomis, dan sangat murah (Abidin, 2009).

Seperti ditunjukkan pada table 1 terlihat bahwa penggunaan paci-paci sebagai alternatif dari antibiotik belum berhasil membentuk zona bening artinya tidak efektif  terhadap viabilitas bakteri Aeromonas hidrophylla. Sedangkan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan paci-paci ini memaparkan bahwa kandungan kimiawi dalam daun dan  akar tanaman paci-paci adalah minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin, alkaloid, dan metanol (Mukherjee et. al.,1997a dalam Setiadi, 2008). Minyak atsiri memiliki daya anti bakteri disebabkan adanya senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel bakteri (Hasim, 2003 dalam Setiadi, 2008). Flavonoid diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat lipofilik sehingga mampu merusak mambran mikroba, mereduksi infektivitas serta memperlihatkan efek inhibitor terhadap berbagai virus. Tanin mempunyai kemampuan untuk menginaktivasi adhesion mikroba, enzim, protein transport cell envelope dan mampu membentuk kompleks dengan polisakarida (Naim, 2004 dalam Abdullah, 2008). Senyawa saponin yang dihasilkan tanaman paci-paci diketahui memiliki aktivitas antibakteri dan antivirus (Abdullah, 2008). Substansi fenolik dari minyak atsiri telah diketahui dapat menstimulasi makrofag yang memiliki efek  negatif tidak langsung terhadap infeksi bakteri dan mencegah infeksi virus. Fenol memiliki efek inhibitori terhadap  bakteri gram positif dan ditemukan memiliki aktivitas anti fungi (Naim, 2004 dalam Setiadi, 2008).

Begitupun ditunjukan pada table 1 bahwa bahan fitofarmaka yang lainnya semua tidak ada yang membentuk zona bening. Ketidak berhasilan dari penelitian yang telah dilakukan ini semua bertolak belakang dengan timpus yang didapat. Berikut adalah kandungan dari setiap bahan fitofarmaka beserta pengaruh dari kandunganya tersebut ;

1. Bawang putih (Allium sativum),

Zat aktif dalam bawang putih diantaranya alisin, alliin, enzim allinase, allithiamin, germanium (suatu zat yang mencegah rusaknya darah merah), sativini, sinistrine, selenium (mikromineral penting yang berfungsi sebagai antioksidan), scordinin, methiylallyl trisulfide (zat yang mencegah terjadinya pelengketan sel darah merah) dan nicotinic acid (Giri, 2008). Alisin merupakan suatu senyawa kimia yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Sifat antibakteri bawang putih terdapat pada gugus fungsional dari amino benzoat. Kerja alisin sebagai bahan antibakteri adalah dengan menghambat kerja enzim yang mengandung thiol grup dan sedikit sekali menghambat enzim yang tidak mengadung gugus thiol (Wilson dan Droby, 2001 dalam Agustian, 2007). Alisin juga dapat menghambat metabolisme dinding sel dengan menghambat sistem reduktasi pada gugus sulfidril (Davidson dan Branen, 1993 dalam Agustian, 2007).

Senyawa allithiamin merupakan hasil reaksi allisin dengan thiamin  yang dapat bereaksi dengan sistein. Fungsi senyawa ini hampir sama dengan vitamin B1 sehingga dikenal sebagai vitamin B1 bawang putih. Bawang putih juga mengandung saponin, sterol, flovonoid, dan fenol. Total saponini yang terdapat di dalam bawang putih adalah 0,3-1,1% dari berat kering. Saponin yang terdapat dalam bawang putih berkhasiat sebagai antitumor, antihemolisis, dan penawar racun (Tim Penulis PS, 2001).

Bawang putih mengandung minyak asiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak asiri pada bawang putih diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteria dan antiseptic (Block, 1992 dalam Giri, 2008). Aktivitas antiviral bawang putih tergantung pada amplop virus dan membrane sel. Aktivitas bawang putih untuk melawan virus yang tidak beramplop adalah dengan menghambat adsorbsi dan penetrasi virus ke dalam sel. Ekstrak bawang putih yang efektif untuk melawan virus sudah teruji dan konsentrasi tertinggi yang telah dicoba yaitu 1000 mg/ml menunjukkan bahwa bawang putih mampu mengurangi keinfektifan virus (Webwer et al., 1992 dalam Giri, 2008).

2. Meniran (Phyllantus niruri),

Meniran herba banyak mengandung bahan kimia sebagai berikut lignan yang terdiri dari phylanthine, hypophyllanthin, phyltetralin, lintretalin, nirathin, nitretalin, nirphylline, nirurin, dan nirurisida. Terpen terdiri dari cymene, limonene, lupeol, dan lupeol acetat. Flavonoid terdiri dari quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutine, dan physetinglucosida. Falvonoid pada meniran banyak ditemukan pada bagian akar dan daun ( Suprapto 2006 dalam Ayuningtyas 2008). Lipid terdiri dari ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic acid, dan linolenic acid. Benzenoid berupa methylsalicilat. Dari kelompok alkaloid ditemukan securinine, norsecurinine dan phylanthoside. Sedangkan dari kelompok steroid ditemukan senyawa estradiol dan sitosterol (Kardinan A, Kusuma FR 2007).

Herba dan akar digunakan untuk penyakit radang, infeksi saluran kencing, serta untuk merangsang keluarnya air seni (diureticum), untuk penyebuhan diare, busung air, infeksi saluran pencernaan, dan penyakit yang disebabkan karena gangguan fungsi hati. Buahnya berasa pahit digunakan untuk luka dan scabies. Akar segar digunakan untuk pengobatan penyakit kuning. Dapat digunakan untuk penambah nafsu makan dan obat anti demam. Meniran merupakan salah satu tanaman herbal yang mengandung banyak manfaat. Meniran dapat digunakan dalam berbagai hal yaitu sebagai penuriu  kadar gula, anti bakteri, diuretic, anti diare. Tanaman meniran dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. Keberadaan senyawa glikosida flavonoid menyebabkan penurunan kadar gula darah 20-25%. Pemberian meniran dapat menunjukan kenaikan volume urin 13.28 ml. Kandungan kalium yang tinggi pada meniran mencegah pembentukan Kristal kalsium oksalat pada ginjal dan saluran kemih. Meniran hijau (Phyllanthus niruri) mampu menghambat aktivitas virus hepatitis B sebesar 70%. Ekstrak meniran ini mampu mengurangi replica virus hepatitis. Meniran memiliki kadar vitamin C cukup tinggi (408,53 mg/100 g bahan). Vitamin C bertindak sebagai anti oksidanyang kuat, berperan dalam meningkatkan ketahanan tubuh, menurunkan kadar LDL, salah satu bentuk vaksinansi terhadap kanker (Kardinan A, Kusuma FR 2007).

Kandungan flavonoid yang terdapat pada meniran berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena

leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat dihasilkan dan sistem lifoid lebih cepat. Kandungan alkaloid pada meniran bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus. Alkaloid berfungsi sebagai anti bakteri  yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Naim 2004 dalam Sholikhah 2009). Saponin yang terdapat dalam meniran juga bertindak sebagai antibakter karena memiliki kemampuan dalam menghambat fungsi membrane sel sehingga merusak permeabilitas membrane yang mengakibatkan dinding sel rusak atau hancur.           Meniran juga berfungsi sebagai imunomodulator atau imunostimulator dengan memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara menstimulasi sistem imunyaitu dengan cara menstimulasi sistem imun (Suberno 2006 dalam Ayuningtyas 2008).

3. Jambu biji (Psidium guajava),

Kandungan kimia dalam daun jambu biji yaitu senyawa fenolat, flavonoid, karotenoid, terpenoid dan triterpen (Gutierrez et al. 2008 dalam Rivai H dkk. 2009). Fenolat merupakan asam-asam yang merupakan jenis fenol yang sederhana namun memiliki sifat toksik terhadap mikroorganisme Naim 2004 dalam Abdullah 2008). Sedangkan ekstrak kental daun jambu biji mengandung kuersitrin, minyak atsiri, tanin, b-sitosterol dan asam guaiakolat (Badan POM, 2004 dalam Rivai H dkk. 2009). Minyak atsiri merupakan senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel bakteri (Hasim 2003 dalam Abdullah 2008). Senyawa fenolik dan turunannya yang juga berasal dari dari minyak atsiri dapat bersifat toksik terhadap virus, bakteri dan fungi (Naim 2004 dalam Abdullah 2008), minyak atsiri ini diduga sebagai kandungan ekstrak yang mampu mengatasi infeksi virus, bakteri dan fungi.

Selain itu berbagai kajian fitokimia telah menemukan kandungan kimia daun jambu biji yang lebih rinci, antara lain senyawa fenolat total 575,3 mg/g daun kering (Qian & Nihorimbere 2004 dalam Rivai H dkk. 2009), kuersetin 0,181 – 0,393% (El Sohafy et al. 2009 dalam Rivai H dkk. 2009), morin, morin-3-O-liksosida, morin-3-Oarabinosa, kuersetin dan kuersetin-3-0-arabinosida (Rattanachaikunsopon & Phumkhachom 2007 dalam Rivai H dkk. 2009), guaijavarin (Arima & Danno 2002 dalam Rivai H dkk. 2009), guajadial (Yang et al, 2007 dalam Rivai H dkk. 2009), asam ferulat (Chen & Yen 2007 dalam Rivai H dkk. 2009).

4. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa),

Menurut hasil penelitian Widowati dalam Lesmanawati (2006), kandungan kimia mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terdiri dari alkaloid, fenol, tannin, minyak atsiri, saponin, sterol/terpen, serta lignan yang merupakan senyawa toksik.

Kandungan minyak atsiri, fenol, tannin,dan alkaloid memiliki kegunaan yang sama seperti yang dikandung oleh paci-paci. Sedangkan kandungan saponin memiliki aktivitas antibakteri dan antivirus, mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menambah vitalitas karena mampu memperbaiki struktur maupun fungsi sel-sel tubuh. Saponin sering dimanfaatkan untuk desinfeksi media budidaya sehingga peranannya sebagai antimikroba sudah teruji (Lesmanawati, 2006).

5.  Daun Sirih (Piper betle),

Tanaman sirih mempunyai kandungan kimia yang penting untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam daun sirih terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid. Kandungan kimia lainnya yang terdapat di daun sirih merah adalah minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen, kadimen estragol, ter-penena, dan fenil propada. Karena banyaknya kandungan zat/senyawa kimia bermanfaat inilah, daun sirih merah  memiliki manfaat yang sangat luas sebagai bahan obat. Karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Eugenol dapat di-gunakan untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan tanin dapat diguna-kan untuk mengobati sakit perut.

6. Mengkudu (Morinda citrifolia),

Hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat, mulai dari buah, daun, akar, batang maupun kulit pohonnya (Syamsulhidayat et al, 1991). Selain buah dan daun, akar mengkudu juga potensial untuk dikembangkan (Waha, 2001). Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Pacific Science tahun 1950 melaporkan bahwa mengkudu mengandung bahan antibakteri. Senyawa antraquinon yang banyak terdapat pada akar mengkudu dilaporkan dapat melawan bakteri (Wang et al, 2002).

Telah dipaparkan semua kandungan dan manfaat dari kandungan tersebut. Semua bertolak belakang dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Parameter kesalahan terbesar yang terjadi adalah karena terdapatnya kontaminan yang disebabkan oleh ketidaksterilan dalam pelaksanaan penelitian.


IV. KESIMPULAN  DAN  SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah didapat bahwa tidak ada satu kelompok pun yang berhasil dalam penelitian ini. Sehingga kita tidak dapat melihat keefektifan dari semua bahan yang telah disediakan sebagai alternatif pengganti antibiotik. Dan tidak dapat mencegah serta mengobatipenyakit dari bahan fitofarmaka.

4.2 Saran

Kegiatan praktikum selanjutnya disarankan tidak hanya menggunakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hidrophylla tetapi menggunakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun virus lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2008.  Efektivitas ekstrak daun Paci-Paci Leucas lavandulaefolia untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit Mas Motile Aeromonas Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi Ikan Lele Dumbo Clarias sp.. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Abidin Zaenal. 2009. http:/www.ciputraenterprenourship.com.  [3 April 2010]

Agustian R. 2007. Penggunaan ekstrak bawang putih Allium sativum untuk pengendalian inveksi Vibrio harveyi pada larva udang vaname Litopenaeus vannamei. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...