LIMBAH akan selalu muncul dalam berbagai aktivitas di industri, pertanian, dan perkebunan. Bila limbah itu tidak diolah kembali dan dibuang begitu saja ke lingkungan, hal itu jelas akan berdampak buruk. Hasilnya sudah terlihat dengan praktik yang dilakukan industri selama ini menunjukkan berbagai kasus pencemaran muncul di mana-mana, di sungai, laut, tanah, dan air tanah serta udara karena tidak adanya upaya mengolah limbah.
Riset yang dilakukan dengan menerapkan konsep tersebut di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Bioindustri BPPT, membuktikan bahwa limbah industri dan pertanian itu justru bisa menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, di antaranya sebagai biokatalis atau enzim. Perdagangan enzim di dunia saat ini berkisar 3-4 miliar dollar AS dengan kenaikan penjualan 6-7 persen per tahun. Sedangkan di Indonesia sendiri berkisar 4-5 juta dollar AS, dengan pertumbuhan empat persen per tahun.
Molases jadi protease
Sejak tahun 1999 berhasil dikembangkan teknologi pembuatan enzim dari molases, yaitu limbah proses pengolahan tebu di pabrik gula. Menurut Dr Siswa Setyahadi, peneliti biokatalis dan metabolit sekunder di Puslitbang tersebut, dengan mencampurkan mikroba Bacillus megaterium, maka molases itu akan habis dimakannya.
Ekskresi yang dikeluarkan strain bakteri itu berupa enzim yang disebut protease. Inti dari proses pembuatan enzim itu adalah mikroba yang berhasil diisolasi dari alam strain Bacillus megaterium DSM 319 SE, yang diperoleh melalui kerja sama antara Puslitbang Teknologi Bioindustri BPPT dan Universitas Munster, Jerman. Dalam uji coba pada skala industri menggunakan molases dari pabrik gula di Lampung dihasilkan 2.000 liter protease per minggu.
Selain dengan molases, peneliti di Puslitbang Bioteknologi LIPI, NR Prayitno dan rekan membuktikan, limbah cair tahu juga dapat diolah menjadi enzim yang sama dengan menggunakan bakteri atau isolat termofilik lokal, yang merupakan koleksi dari Puslitbang tersebut.
Diketahui produksi enzim protease tertinggi diperoleh pada media limbah cair tahu ditambah akuades. Enzim protease alkalin yang dihasilkan isolat 58 lebih tinggi daripada yang dihasilkan biak acuan strain bakteri Bacillus licheniformis BCC 0607.
Di pasaran selama ini enzim protease dipasok oleh perusahaan raksasa dunia, antara lain Novo (Denmark), Gist Brocades/DSM (Belanda) yang bekerja sama dengan Genencor Internasional (Amerika). Selain itu, juga ada Boehringer (Jerman), Amano (Jepang), dan Wuxi (Cina).
Dari kulit pisang
Lalu dari industri pengolahan pisang, limbah kulit buah itu dapat diolah pula hingga memberi nilai ekonomi yang tinggi. Diketahui dalam pembuatan keripik pisang atau tepung pisang, kulit pisang akan dibuang begitu saja sebagai limbah. Padahal, dalam kulit buah itu terdapat substrat yang disebut silan (xylan). Bila kulit pisang ini dipakankan pada mikroorganisme juga dari spesies Bacillus hingga menghasilkan enzim yang disebut silanase (xylanase). Saat ini skala laboratorium yang dilakukan peneliti BPPT di Lampung pada tahun 2000 menghasilkan enzim silanase 10 liter per lima hari.
Enzim ini pun punya beragam kegunaan antara lain sebagai pengganti klorin yang berfungsi memutihkan kertas pada industri pulp dan kertas. Pada pengolahan kertas enzim ini juga dapat menghilangkan hemiselulosa. Silanase pun dapat melunturkan tinta dari limbah kertas yang didaur ulang.
Enzim ini juga digunakan pada industri pangan sebagai substitusi lemak, makanan aditif anti-beku, dan gula silosa. Silanase juga digunakan industri makanan ternak, dan pada pembuatan carrier release tablet di industri farmasi.
Cangkang udang
Diketahui dalam limbah cangkang kerang-kerangan seperti kepiting dan udang ditemukan sebuah polimer glukosamina yang disebut kitin. Bahan ini tidak beracun dan dapat terurai di alam. Polimer yang didapat dari limbah organik itu bila diolah akan memberikan produk dengan nilai ekonomi yang tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Untuk memperoleh polimer kitin, kulit udang atau kepiting diberi enzim protease asam. Selanjutnya untuk menghasilkan polimer kitosan, maka kitin harus diberi enzim deasetilase. Riset pembuatan kitosan dengan menggunakan enzim ini dilakukan BPPT bekerja sama dengan Universitas Hamburg, Jerman. Penelitian rintisan yang dilakukan sejak tahun 2001 ini masih berjalan hingga kini.
Selama ini kitosan yang banyak dijual di pasaran dihasilkan melalui proses kimiawi. Industri yang memanfaatkan polimer ini meliputi industri pangan, detergen, tekstil, kulit, kertas dan pulp, serta diagnostik dan medis. Di antara sekian banyak penggunaannya terbesar pada industri pangan (45 persen) dan detergen (34 persen).
Dalam industri pangan kitosan digunakan sebagai antibakteri dan antijamur sehingga membuat makanan tahan lama tanpa pengawet kimia. Manfaat lainnya dalam produksi pangan adalah sebagai pembungkus makanan dan penjernih, sedangkan pada industri kosmetik, kitosan dipakai sebagai campuran dalam krim pelembab dan sabun.
Selain itu, dalam industri tekstil bahan polimer ini dapat memperkuat warna pada kain. Lalu pada penyamakan kulit, kitosan digunakan sebagai pengganti krom yang merupakan bahan beracun yang berfungsi menjaga kestabilan kulit. Demikian pula pada industri kertas, polimer ini dapat meningkatkan kestabilan kertas. Di bidang kesehatan kitosan dapat menurunkan Trigliserida darah dan sebagai senyawa antigastritis dalam lambung. (yun)